Jakarta, Timohh News —
Hujan meteor Draconid mencapai puncaknya pada Selasa (10/8) dini hari. Hembusan angin puncak hingga 10 meter per jam mungkin terjadi.
Hujan meteor Draconid dimulai pada Minggu (6/10) lalu, dan akan berlanjut hingga Kamis (10/10) dengan puncaknya Senin malam (7/10) hingga Selasa pagi.
Hujan meteor ini terbilang unik karena peristiwa ini terjadi setiap saat saat matahari terbenam. Berbeda dengan hujan meteor lain yang terjadi menjelang fajar.
Laporan dari Live Science, Draconid merupakan hujan meteor yang bisa berubah. Ini berarti kita dapat melihat beberapa bintang jatuh, dengan kemungkinan kecil terdapat banyak aktivitas bintang jatuh.
Drakonid biasanya menghasilkan 10 meteor pada malam puncaknya, yang berarti malam ini adalah kesempatan yang tepat untuk berburu meteor, ini adalah hujan meteor yang menarik lainnya, lihat di bawah: Mengapa disebut Drakonid?
Menurut Pusat Antariksa Nasional, hujan meteor tersebut dinamakan Draconid karena titik radiasinya berada di konstelasi Draco. Draco merupakan konstelasi besar yang mudah ditemukan, cari saja asterism (rasi bintang kecil) Ploy yang merupakan bagian dari konstelasi Ursa Major.
Kemudian antara Bajak dan Ursa Minor, Anda akan menemukan ekor Draco. Hujan meteor ini akan jatuh dari kepala Draco. Bintik-bintik pancaran sinar komet
Menurut EarthSky, titik fokus Draconid berada tak jauh dari bintang Eltanin dan Rastaban di puncak konstelasi Draco di langit utara. Karena lokasinya, hujan meteor ini paling baik dilihat dari belahan bumi utara.
Untuk melihat hujan meteor ini, Anda tidak perlu mencari Draco terlebih dahulu, karena hujan meteor akan terlihat di seluruh penjuru langit.
Komet induk Draconid
Hujan meteor Draconid disebabkan oleh debu komet yang terbakar di atmosfer bumi. Nama komet ini adalah 21P/ Giacobini-Zinner. Komet ini ditemukan pada tanggal 20 Desember 1900 oleh Michael Giacobini.
Giacobini menggunakan teleskop dengan lensa berdiameter 47 cm, yang pada saat itu merupakan teleskop terbesar untuk berburu komet.
Kemudian komet ini terlihat kembali oleh Ernst Zinner pada tanggal 23 Oktober 1913 di langit Jerman sambil memandangi bintang.
21P/Giacobini-Zinner juga merupakan komet pertama yang ditemukan. Pada bulan September 1985, Direktur Cometary International mengunjungi komet tersebut melalui pesawat luar angkasa tak berawak.
Ini kaya akan sejarah
Pada awal abad ke-20, para astronom mencoba menghubungkan hujan meteor dengan komet, karena yakin ada hubungan keduanya. Salah satu komet yang menarik adalah 21P/Giacobini-Zinner, yang kembali setiap 6,6 tahun.
Jarak terdekatnya dengan Matahari hampir sama dengan jarak antara Bumi dan Matahari, sehingga komet ini dianggap sebagai elemen prognostik yang menjanjikan.
Tampaknya Komet Giacobini-Zinner tidak mengecewakan para astronom yang mempelajarinya. Menurut EarthSky, studi tentang hubungan komet ini dengan hujan meteor telah menjadi bahan perdebatan di kalangan astronom profesional saat itu.
Hubungan ini mungkin menjadi alasan mengapa hujan meteor Draconid kadang-kadang dikenal sebagai Giacobinids. (wnu/dmi)