Jakarta, Timohh News —

Sebuah studi baru menunjukkan bahwa penggunaan obat kesehatan mental psikiatris meningkat di kalangan mahasiswa kedokteran. untuk apa

Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Nature Medicine berdasarkan penelitian sekelompok ahli dari Departemen Kedokteran di Lund University.

Dalam studi ini, peneliti membandingkan data dari mahasiswa kedokteran dan pascasarjana yang terdaftar di layanan kesehatan. Dengan menggunakan data populasi Swedia sebagai referensi antara tahun 2006-2017, para peneliti menemukan lebih dari 20.000 orang terdaftar sebagai mahasiswa PhD di Swedia.

Statistik dari apotek, rumah sakit, dan praktik dokter menunjukkan bahwa mahasiswa kedokteran lebih banyak mengonsumsi obat psikiatri dibandingkan mereka yang bergelar master. Sebelum menjadi mahasiswa kedokteran, penggunaan ilmu kedokteran psikologi sudah lazim di kalangan pemegang gelar master dan doktor.

Namun, dengan dimulainya studi doktoral, penggunaan obat-obatan psikiatri di kalangan mahasiswa kedokteran telah meningkat secara dramatis. Tren ini berlanjut pada jenjang PhD, dengan perkiraan menunjukkan peningkatan sebesar 40 persen pada tahun kelima dibandingkan dengan tingkat pra-PhD.

Setelah lima tahun, yang merupakan rata-rata dokter dalam penelitian ini, terjadi penurunan penggunaan obat-obatan psikiatri. Mahasiswa kedokteran memiliki kemungkinan 150-175 persen lebih besar untuk dirawat di rumah sakit setelah memulai program.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak pendidikan pascasarjana terhadap kesehatan mental mahasiswa, dan memberikan gambaran mengenai tantangan jika seseorang ingin melanjutkan karir dan studi melalui pendidikan doktoral.

Ini bukan hanya tentang memilih jurusan

Apakah penelitian ini relevan di luar AS – jawabannya menurut tim peneliti: ya. Jika dibandingkan dengan angka kesakitan penyakit jiwa pada tingkat dokter di negara maju lainnya, skala Swedia terbilang mendekati.

Misalnya, dari penelitian sebelumnya di AS, jumlah gelar PhD di bidang perawatan psikiatri mencapai hampir 15 persen untuk mahasiswa bisnis dan 10-13,5 persen untuk mahasiswa ilmu politik, sedangkan di Swedia rata-rata untuk semua hal penting adalah 13,5 persen.

Kami berharap penelitian ini dapat membantu para pemangku kepentingan, di bidang akademis, pemerintahan, dan calon mahasiswa PhD, untuk mempertimbangkan kebijakan dan pilihan terbaik dalam melaksanakan pendidikan PhD. Misalnya, pertimbangkan lingkungan pendidikan yang lebih seimbang antara beban pekerjaan dan kehidupan sosial (work-life balance) untuk menyediakan fasilitas kesehatan mental yang lebih mudah diakses oleh siswa.

Sekaligus dapat disimpulkan dari pengamatan tersebut bahwa pemilihan calon doktor hendaknya tidak didasarkan pada evaluasi akademik saja, tetapi pada pemikiran pelamar.

Kaitan antara penelitian medis dan kesehatan mental telah disoroti oleh berbagai penelitian selama 10 tahun terakhir. Dengan mereka yang membunuh kehidupan.

Sebuah penelitian menemukan bahwa perempuan yang mempelajari sains, teknologi, matematika, dan teknik lebih rentan terhadap ancaman kekerasan selama menempuh pendidikan doktoral dibandingkan laki-laki.

Permasalahan depresi memang tidak mudah. Jika Anda pernah berpikir atau berpikir untuk bunuh diri, memiliki masalah emosional, atau mengenal seseorang yang mengalami kondisi ini, kami menganjurkan Anda untuk menghubungi bantuan profesional. Hotline bebas pulsa Kementerian Kesehatan dan RS Marzoeki Mahdi dapat dihubungi di www.healing119.id atau nomor telepon 119, ekstensi 8, atau WhatsApp yang terhubung langsung dengan website. Layanan ini terhubung langsung dengan konsultan Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RS Marzoeki Mahdi dan lokasi, serta psikolog dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK). Semua keluhan akan didengar secara adil. (dsf/dmi)