Baku, Timohh News.
Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim Hashim Jojohadikusumo mengatakan, pemerintah sangat serius menggali potensi penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon dioxide storage and use (CCUS) sebagai bagian dari upaya mengatasi krisis iklim.
Berbicara di stadion COP29 di Baku, Azerbaijan, Hashim mengatakan beberapa negara dan perusahaan energi telah menyatakan minatnya untuk membeli penyimpanan karbon dari Indonesia.
“Kami akan menawarkannya kepada negara atau perusahaan di seluruh dunia yang tertarik berinvestasi [di CCUS]. Kami telah menerima komitmen pembelian dari Kerajaan Norwegia sebesar 30 juta ton (penyimpanan). Negara-negara sahabat Teluk juga telah menyatakan minatnya untuk membeli 287 juta ton simpanan karbon,” kata Hashim, Selasa (11/12).
Menurut dia, Kementerian Lingkungan Hidup dan jajaran Menteri Hanif sedang menyelesaikan penilaian kapasitas penyimpanan tambahan sebesar 600 juta ton yang akan selesai dalam beberapa bulan mendatang.
Setelah evaluasi selesai, menurut Hashim, rencananya kapasitas yang tersedia juga akan ditawarkan ke pasar global.
Program penangkapan dan penyimpanan karbon baru ramai dibicarakan setelah beberapa perusahaan bahan bakar fosil seperti Exxon dan British Petroleum mempresentasikan rencana investasinya di Indonesia.
Menurut Hashim, Indonesia banyak dianggap sebagai tujuan investasi CCUS karena potensi penyimpanannya yang besar di nusantara.
“Kami memanfaatkan banyaknya akuifer dan garis pantai yang sangat panjang, tempat penyimpanan di darat dan lepas pantai, kapasitas CCUS mencapai 500 gigaton. Sebagai perbandingan, negara tetangga kita, Singapura, mempunyai kapasitas penyimpanan karbon sebesar 40 juta ton, sedangkan kita bisa mencapai 500 gigaton,” imbuhnya.
Fokus pada CCUS merupakan salah satu dari serangkaian kebijakan baru yang direncanakan pemerintahan kakak laki-laki Hasyim, Presiden Prabowo Subianto. Dalam perencanaan energi dan strategi perubahan iklim, Indonesia menargetkan investasi sebesar $235 miliar pada tahun 2040.
Selama 15 tahun ke depan, Presiden Prabowo menargetkan peningkatan produksi listrik sebesar 100 gigawatt, dimana 75 persennya akan dihasilkan dari energi terbarukan.
Laporan ini ditulis oleh Dewi Safitri yang meliput COP29 dari Baku, Azerbaijan, atas beasiswa dari EJN dan Stanley Security Center. (dsf/dmi)