Jakarta, Timohh News —
Fenomena bunuh diri pelajar menunjukkan betapa rentannya mental generasi Z. Hal ini sekaligus mengingatkan kita akan pentingnya layanan bimbingan atau konseling di perguruan tinggi.
Mungkin bimbingan konseling atau BK sudah menjadi jurusan yang populer di sekolah. Namun hal serupa jarang ditemukan di perguruan tinggi.
Psikolog klinis Klinik Anak dan Remaja Sajiva RSJ Dharmawangsa Mira Amir mengatakan, layanan bimbingan atau konseling akan memegang peranan penting dalam pendidikan tinggi. Penyebabnya karena siswa masih dalam tahap belajar.
Lanjut Mira, kebutuhan layanan konseling di kalangan mahasiswa asing semakin meningkat. Layanan konseling menjadi pilihan lain bagi orang tua di kampus.
“Iya ternyata [konseling] tetap penting. BK atau PA (pengawas akademik) bisa jadi orang tua pengganti. Karena tidak semua orang punya cukup uang untuk sering mudik. Ini jadi penyebab menurunnya kesehatan mental. Selain itu , kata Mira melalui telepon dengan TIMOHH NEWS, Rabu (10/9), bahwa tidak ada organisasi yang “memantau pemikiran buruk seperti itu”.
Memaksimalkan peran pembimbing akademik
Mira bahkan menawarkan untuk mengatur konseling rutin bagi pelajar, khususnya pelajar internasional. Hal ini dilakukan untuk memantau status mereka selama perkuliahan.
“Perlu diawasi,” kata Mira. Pengalaman saya, mereka [siswa atau Gen Z] kesulitan menyampaikan masalahnya sendiri. “
Universitas di beberapa negara menggunakan konsep pendampingan mahasiswa. Ini bisa seperti penasihat akademik (PA). Namun, PA sering kali fokus pada masalah akademis saja.
“Tapi PA juga harus hati-hati dengan kondisi siswanya. Tidak perlu ada pembinaan khusus. Kalau ada PA, itu bagus. Tapi perlu juga diperbanyak ruang PA untuk siswa,” kata Mira.
Sebab, menurut Mira, banyak pelajar yang memiliki kesadaran tinggi terhadap kesehatan mental. Namun, hal ini tidak disertai dengan kemauan untuk bereksperimen.
Salah satu hambatannya adalah biaya. Mira menyimpulkan, perguruan tinggi bisa membenahi tubuhnya dengan mengoptimalkan peran PA.
(pl/asr)