Jakarta, Timohh News —
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menghadirkan Sistem Peringatan Dini Bencana Nasional (SNPDK). Informasi ini akan diterima masyarakat dalam waktu tiga menit setelah bencana terjadi.
SNPDK merupakan gabungan dari dua sistem yaitu Sistem Peringatan Dini (EWS) dan Sistem Informasi Pencegahan Bencana (DPIS). Informasi bencana ini berasal dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Saya berharap sistem detonasi TV digital EWS, DPIS dan SMS dapat memudahkan koordinasi dalam pemberian bantuan darurat serta meminimalkan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan, kata Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arieh Setiadi di kantor Kominfo di Jakarta, Selasa. (1/10).
DPIS adalah sistem peringatan yang dirancang Jepang dan diberikan kepada Indonesia. Sistem ini dapat menyiarkan peringatan dini melalui telepon pintar dan televisi digital. Sistem ini juga mampu memberikan peringatan dalam waktu kurang dari 3 menit.
Melalui smartphone, sistem mengirimkan SMS berisi peringatan dan informasi bencana. Tidak hanya melalui SMS, sistem ini juga dapat memicu alarm dan tidak akan mati hingga pengguna ponsel mematikan alarm tersebut.
“Tidak perlu aplikasi, langsung ke ponsel,” kata Budi Arie.
Untuk menghindari spam, sistem ini hanya mengirimkan peringatan ke smartphone yang berada dalam jangkauan bencana.
Sistem ini juga mengirimkan peringatan ke televisi digital. Sebagai catatan, peringatan hanya dikirimkan ke set-top box (STB) yang tersertifikasi Kominfo. Untuk mengaktifkannya, pengguna harus memasukkan kode pos ke perangkat TV digital untuk mencocokkan informasi dengan lokasi bencana.
Untuk siaran TV, sistem ini akan mengirimkan tampilan warning, peringatan dan peringatan. Alert sendiri didesain dengan warna hijau, Alert dengan warna kuning, dan Alert dengan warna merah.
Dariono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, memberikan gambaran tingkat peringatan tersebut dengan menggunakan contoh tsunami.
“Peringatan potensi ancaman, yaitu tsunami kurang dari setengah meter, peringatan satu setengah sampai tiga meter, dan peringatan di atas tiga meter, bisa sepuluh, lima puluh, dua puluh meter. Pasti akan ditayangkan di televisi,” jelas Dariono.
Dariono menambahkan, tidak semua gempa bumi muncul dalam peringatan dini. Dia mengatakan gempa kecil tidak akan muncul dalam peringatan dini karena dianggap mengganggu siaran televisi.
“Kami tidak memasukkan gempa kecil ke dalam sistem ini. Karena jika kita mendapatkan gempa kecil, maka konten TV akan terus mengalami gempa. Jadi akan ditampilkan gempa-gempa yang berdampak besar dan berpotensi tsunami,” kata Dariono.
“Karena dengan potensi ancaman peringatannya, itu tsunami kurang dari setengah meter, peringatannya antara satu setengah sampai tiga meter, dan di atas tiga meter peringatannya bisa sepuluh, lima puluh, dua puluh meter,” imbuhnya. memberikan contoh tingkat bencana berdasarkan kasus tsunami.
Menurut Dariono, sistem ini diperlukan karena Indonesia mengalami lebih dari 8.000 gempa bumi dalam setahun, dan 15 di antaranya bersifat destruktif. Selain itu, Indonesia juga rawan terhadap tsunami.
Oleh karena itu, pemerintah memerlukan sistem yang cepat dalam memberikan informasi mengenai bencana alam. Sebelumnya, BMKG juga memiliki beberapa mode kewaspadaan berupa Sistem Peringatan Dini dan juga SMS Blast serta aplikasi yang memberikan informasi bencana.
Namun mode peringatan tersebut dirasa kurang sehingga Kominfo bersama BMKG dan BNPB membuka DPIS hasil hibah Jepang untuk memberikan informasi peringatan bencana secara cepat. Pada akhirnya, sistem ini bertujuan untuk meminimalkan jumlah korban bencana.
Selain gempa bumi dan tsunami, sistem peringatan dini ini juga mencakup jenis bencana lainnya. Sistem peringatan dini ini terintegrasi dengan sistem kementerian/lembaga dan daerah yang memberikan informasi kepada masyarakat terdampak, termasuk BMKG mengenai gempa bumi dan tsunami; CLHC terkait kebakaran hutan dan lahan; BNPB tentang informasi bencana; dan Badan Geologi PVMBG tentang aktivitas gunung berapi dan lima BPBD DKI Jakarta tentang informasi banjir. (lom/wnu/dmi)