Jakarta, Timohh News —
Presiden Rusia Vladimir Putin telah memutuskan bahwa Moskow dapat mempertimbangkan untuk menggunakan senjata nuklir meskipun ada serangan rudal yang rutin dilakukan oleh negara-negara nuklir.
Ancaman tersebut disampaikan Putin melalui perubahan program nuklir Rusia setelah mendapat persetujuan presiden pada Selasa (19/11).
Evolusi doktrin nuklir Rusia ini merupakan respons setelah Amerika Serikat mengizinkan Ukraina menggunakan rudal jarak jauhnya untuk melawan Moskow.
Sebuah studi terbaru yang dikutip oleh Reuters merinci jenis ancaman yang mungkin dipertimbangkan Rusia untuk menggunakan senjata nuklir sebagai pembalasan.
Menurut penelitian tersebut, serangan rudal konvensional, drone, atau pesawat lain dapat memenuhi kriteria tersebut.
Selain itu, doktrin ini menyatakan bahwa Moskow menganggap agresi seluruh koalisi terhadap Rusia.
Konflik antara Rusia dan Barat semakin memburuk sejak Moskow melancarkan invasi ke Ukraina pada Februari 2022.
Invasi ke Ukraina yang telah terjadi selama 2,5 tahun telah menyebabkan konflik paling serius antara Rusia dan Barat sejak Krisis Rudal Kuba pada tahun 1962. Hal ini dianggap sebagai bencana di saat dunia sedang dekat dengan perang nuklir. antara Amerika Serikat dan Uni Soviet (sekarang Rusia).
Diduga, ketegangan ini kembali muncul setelah Presiden AS Joe Biden untuk pertama kalinya mengambil langkah yang mengizinkan Ukraina menggunakan rudal jarak jauh produksi dalam negeri dalam perang melawan Rusia.
Lampu hijau diberikan ketika Rusia menembakkan ratusan rudal dan drone ke pembangkit listrik Ukraina pada Minggu (17 November).
Menurut beberapa pejabat AS, Ukraina telah diberi izin untuk membantu melawan pasukan Rusia, yang kini didukung oleh pasukan Korea Utara. Saat ini, ribuan tentara Pyongyang berada di wilayah Kursk di Rusia barat untuk membantu Moskow merebut kembali wilayah tersebut.
Kursk kini menjadi tempat di mana Ukraina memiliki kekuatan militer sejak melancarkan serangan mendadak pada musim panas lalu, tepatnya Agustus. Sebagian wilayah tersebut kini berada di bawah kendali pasukan Ukraina.
Menurut laporan The New York Times, para pejabat AS mengatakan Biden memberikan izin tersebut karena dia melihat kekuasaan terjadi di medan perang.
Juru bicara kepresidenan Rusia Dmitry Peskov sebelumnya mengatakan bahwa keputusan Biden memperburuk konflik.
“Jelas bahwa pemerintahan AS saat ini telah mengipasi api dan memicu lebih banyak konflik,” kata Peskov, seperti dikutip AFP, Senin (18/11).
(gambar)